HUKUM

Manullang

WELCOME TO MANULLANG BLOG ADVOKAT & LEGAL CONSULTANT

Kamis, 25 Oktober 2012

RIWAYAT SINGKAT SISINGAMANGARAJA XXI (12)



RIWAYAT SINGKAT SISINGAMANGARAJA XXI  (12)

 Ketika Sisingamangaraja XII dinobatkan menjadi Raja Batak, waktu itu umurnya baru 19 tahun. Sampai pada tahun 1886, hampir seluruh Sumatera sudah dikuasai Belanda kecuali Aceh dan tanah Batak yang masih berada dalam situasi merdeka dan damai di bawah pimpinan Raja Sisingamangaraja XII yang masih muda. Rakyat bertani dan beternak, berburu dan sedikit-sedikit berdagang. Kalau Raja Sisingamangaraja XII mengunjungi suatu negeri semua yang “terbeang” atau ditawan, harus dilepaskan. Sisingamangaraja XII memang terkenal anti perbudakan, anti penindasan dan sangat menghargai kemerdekaan. Belanda pada waktu itu masih mengakui Tanah Batak sebagai “De Onafhankelijke Bataklandan” (Daerah Batak yang tidak tergantung pada Belanda.


Tahun 1837, kolonialis Belanda memadamkan “Perang Paderi” dan melapangkan jalan bagi pemerintahan kolonial di Minangkabau dan Tapanuli Selatan. Minangkabau jatuh ke tangan Belanda, menyusul daerah Natal, Mandailing, Barumun, Padang Bolak, Angkola, Sipirok, Pantai Barus dan kawasan Sibolga.
Karena itu, sejak tahun 1837, Tanah Batak terpecah menjadi dua bagian, yaitu daerah-daerah yang telah direbut Belanda menjadi daerah Gubernemen yang disebut “Residentie Tapanuli dan Onderhoorigheden”,dengan seorang Residen berkedudukan di Sibolga yang secara administratif tunduk kepada Gubernur Belanda di Padang. Sedangkan bagian Tanah Batak lainnya, yaitu daerah-daerah Silindung, Pahae, Habinsaran, Dairi, Humbang, Toba, Samosir, belum berhasil dikuasai oleh Belanda dan tetap diakui Belanda sebagai Tanah Batak yang merdeka, atau ‘De Onafhankelijke Bataklandan’.
Pada tahun 1873, Belanda menyatakan perang kepada Aceh dan tentaranya mendarat di pantai-pantai Aceh. Saat itu Tanah Batak di mana Raja Sisingamangaraja XII berkuasa, masih belum dijajah Belanda.
Tetapi ketika 3 tahun kemudian, yaitu pada tahun 1876, Belanda mengumumkan “Regerings” Besluit Tahun 1876” yang menyatakan daerah Silindung/Tarutung dan sekitarnya dimasukkan kepada kekuasaan Belanda dan harus tunduk kepada Residen Belanda di Sibolga, suasana di Tanah Batak bagian Utara menjadi panas.
Raja Sisingamangaraja XII yang kendati secara clan, bukan berasal dari Silindung, namun sebagai Raja yang mengayomi raja-raja lainnya di seluruh Tanah Batak, bangkit kegeramannya melihat Belanda mulai menganeksasi tanah-tanah Batak.
Raja Sisingamangaraja XII cepat mengerti siasat strategi Belanda. Kalau Belanda mulai mencaplok Silindung, tentu mereka akan menyusul dengan menganeksasi Humbang, Toba, Samosir, Dairi dan lain-lain.
Raja Sisingamangaraja XII cepat bertindak, Beliau segera mengambil langkah-langkah konsolidasi. Raja-raja Batak lainnya dan pemuka masyarakat dihimpunnya dalam suatu rapat raksasa di Pasar Balige, bulan Juni 1876. Dalam rapat penting dan bersejarah itu diambil tiga keputusan sebagai berikut :
1.   Menyatakan perang terhadap Belanda
2.   Zending Agama tidak diganggu
3.   Menjalin kerjasama Batak dan Aceh untuk sama-sama melawan Belanda.
Terlihat dari peristiwa ini, Sisingamangaraja XII lah yang dengan semangat garang, mengumumkan perang terhadap Belanda yang ingin menjajah. Terlihat pula, Sisingamangaraja XII bukan anti agama. Dan terlihat pula, Sisingamangaraja XII di zamannya, sudah dapat membina azas dan semangat persatuan dan suku-suku lainnya.
Tahun 1877, mulailah perang Batak yang terkenal itu, yang berlangsung 30 tahun lamanya.
Dimulai di Bahal Batu, Humbang, berkobar perang yang ganas selama tiga dasawarsa, 30 tahun.
Belanda mengerahkan pasukan-pasukannya dari Singkil Aceh, menyerang pasukan rakyat semesta yang dipimpin Raja Sisingamangaraja XII.
Pasukan Belanda yang datang menyerang ke arah Bakara, tempat istana dan markas besar Sisingamangaraja XII di Tangga Batu, Balige mendapat perlawanan dan berhasil dihempang.
Belanda merobah taktik, ia menyerbu pada babak berikutnya ke kawasan Balige untuk merebut kantong logistik Sisingamangaraja XII di daerah Toba, untuk selanjutnya mengadakan blokade terhadap Bakara.

Tahun 1882, hampir seluruh daerah Balige telah dikuasai Belanda, sedangkan Laguboti masih tetap dipertahankan oleh panglima-panglima Sisingamangaraja XII antara lain Panglima Ompu Partahan Bosi Hutapea. Baru setahun kemudian Laguboti jatuh setelah Belanda mengerahkan pasukan satu batalion tentara bersama barisan penembak-penembak meriam.
Tahun 1883, seperti yang sudah dikuatirkan jauh sebelumnya oleh Sisingamangaraja XII, kini giliran Toba dianeksasi Belanda. Domino berikut yang dijadikan pasukan Belanda yang besar dari Batavia (Jakarta sekarang), mendarat di Pantai Sibolga. Juga dikerahkan pasukan dari Padang Sidempuan.
Raja Sisingamangaraja XII membalas menyerang Belanda di Balige dari arah Huta Pardede. Baik kekuatan laut dari Danau Toba, pasukan Sisingamangaraja XII dikerahkan. Empat puluh Solu Bolon atau kapal yang masing-masing panjangnya sampai 20 meter dan mengangkut pasukan sebanyak 20 x 40 orang jadi 800 orang melaju menuju Balige. Pertempuran besar terjadi.
Pada tahun 1883, Belanda benar-benar mengerahkan seluruh kekuatannya dan Sisingamangaraja XII beserta para panglimanya juga bertarung dengan gigih. Tahun itu, di hampir seluruh Tanah Batak pasukan Belanda harus bertahan dari serbuan pasukan-pasukan yang setia kepada perjuangan Raja Sisingamangaraja XII.

Namun pada tanggal 12 Agustus 1883, Bakara, tempat Istana dan Markas Besar Sisingamangaraja XII berhasil direbut oleh pasukan Belanda. Sisingamangaraja XII mengundurkan diri ke Dairi bersama keluarganya dan pasukannya yang setia, juga ikut Panglima-panglimanya yang terdiri dari suku Aceh dan lain-lain.
Pada waktu itulah, Gunung Krakatau meletus. Awan hitam meliputi Tanah Batak. Suatu alamat buruk seakan-akan datang. Sebelum peristiwa ini, pada situasi yang kritis, Sisingamangaraja XII berusaha melakukan konsolidasi memperluas front perlawanan. Beliau berkunjung ke Asahan, Tanah Karo dan Simalungun, demi koordinasi perjuangan dan perlawanan terhadap Belanda.
Dalam gerak perjuangannya itu banyak sekali kisah tentang kesaktian Raja Sisingamangaraja XII.
Perlawanan pasukan Sisingamangaraja XII semakin melebar dan seru, tetapi Belanda juga berani mengambil resiko besar, dengan terus mendatangkan bala bantuan dari Batavia, Fort De Kok, Sibolga dan Aceh. Barisan Marsuse juga didatangkan bahkan para tawanan diboyong dari Jawa untuk menjadi umpan peluru dan tameng pasukan Belanda.
Regu pencari jejak dari Afrika, juga didatangkan untuk mencari persembunyian Sisingamangaraja XII. Barisan pelacak ini terdiri dari orang-orang Senegal. Oleh pasukan Sisingamangaraja XII barisan musuh ini dijuluki “Si Gurbak Ulu Na Birong”. Tetapi pasukan Sisingamangaraja XII pun terus bertarung. Panglima Sarbut Tampubolon menyerang tangsi Belanda di Butar, sedang Belanda menyerbu Lintong dan berhadapan dengan Raja Ompu Babiat Situmorang. Tetapi Sisingamangaraja XII menyerang juga ke Lintong Nihuta, Hutaraja, Simangarongsang, Huta Paung, Parsingguran dan Pollung. Panglima Sisingamangaraja XII yang terkenal Amandopang Manullang tertangkap. Dan tokoh Parmalim yang menjadi Penasehat Khusus Raja Sisingamangaraja XII, Guru Somaling Pardede juga ditawan Belanda. Ini terjadi pada tahun 1889.
Tahun 1890, Belanda membentuk pasukan khusus Marsose untuk menyerang Sisingamangaraja XII. Pada awal abad ke 20, Belanda mulai berhasil di Aceh.
Tahun 1903, Panglima Polim menghentikan perlawanan. Tetapi di Gayo, dimana Raja Sisingamangaraja XII pernah berkunjung, perlawanan masih sengit. Masuklah pasukan Belanda dari Gayo Alas menyerang Sisingamangaraja XII.
Tahun 1907, pasukan Belanda yang dinamakan Kolonel Macan atau Brigade Setan mengepung Sisingamangaraja XII. Tetapi Sisingamangaraja XII tidak bersedia menyerah. Ia bertempur sampai titik darah penghabisan. Boru Sagala, Isteri Sisingamangaraja XII, ditangkap pasukan Belanda. Ikut tertangkap putra-putri Sisingamangaraja XII yang masih kecil. Raja Buntal dan Pangkilim. Menyusul Boru Situmorang Ibunda Sisingamangaraja XII juga ditangkap, menyusul Sunting Mariam, putri Sisingamangaraja XII dan lain-lain.
Tahun 1907, di pinggir kali Aek Sibulbulon, di suatu desa yang namanya Si Onom Hudon, di perbatasan Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Dairi yang sekarang, gugurlah Sisingamangaraja XII oleh peluru Marsuse Belanda pimpinan Kapten Christoffel. Sisingamangaraja XII gugur bersama dua putranya Patuan Nagari dan Patuan Anggi serta putrinya Lopian. Konon Raja Sisingamangaraja XII yang kebal peluru tewas kena peluru setelah terpercik darah putrinya Lopian, yang gugur di pangkuannya.

Pengikut-pengikutnya berpencar dan berusaha terus mengadakan perlawanan, sedangkan keluarga Sisingamangaraja XII yang masih hidup ditawan, dihina dan dinista, mereka pun ikut menjadi korban perjuangan.
Demikianlah, tanpa kenal menyerah, tanpa mau berunding dengan penjajah, tanpa pernah ditawan, gigih, ulet, militan, Raja Sisingamangaraja XII selama 30 tahun, selama tiga dekade, telah berjuang tanpa pamrih dengan semangat dan kecintaannya kepada tanah air dan kepada kemerdekaannya yang tidak bertara.
Itulah yang dinamakan “Semangat Juang Sisingamangaraja XII”, yang perlu diwarisi seluruh bangsa Indonesia, terutama generasi muda.
Sisingamangaraja XII benar-benar patriot sejati. Beliau tidak bersedia menjual tanah air untuk kesenangan pribadi.
Sebelum Beliau gugur, pernah penjajah Belanda menawarkan perdamaian kepada Raja Sisingamangaraja XII dengan imbalan yang cukup menggiurkan. Patriotismenya digoda berat. Beliau ditawarkan dan dijanjikan akan diangkat sebagai Sultan. Asal saja bersedia takluk kepada kekuasaan Belanda. Beliau akan dijadikan Raja Tanah Batak asal mau berdamai. Gubernur Belanda Van Daalen yang memberi tawaran itu bahkan berjanji, akan menyambut sendiri kedatangan Raja Sisingamangaraja XII dengan tembakan meriam 21 kali, bila bersedia masuk ke pangkuan kolonial Belanda, dan akan diberikan kedudukan dengan kesenangan yang besar, asal saja mau kompromi, tetapi Raja Sisingamangaraja XII tegas menolak. Ia berpendirian, lebih baik berkalang tanah daripada hidup di peraduan penjajah.
Raja Sisingamangaraja XII gugur pada tanggal 17 Juni 1907, tetapi pengorbanannya tidaklah sia-sia.
Dan cuma 38 tahun kemudian, penjajah betul-betul angkat kaki dari Indonesia. Pada tanggal 17 Agustus 1945, kemerdekaan Indonesia diproklamirkan Sukarno-Hatta.
Kini Sisingamangaraja XII telah menjadi sejarah. Namun semangat patriotismenya, jiwa pengabdian dan pengorbanannya yang sangat luhur serta pelayanannya kepada rakyat yang sangat agung, kecintaannya kepada Bangsa dan Tanah Airnya serta kepada kemerdekaan yang begitu besar, perlu diwariskan kepada generasi penerus bangsa Indonesia.
Dalam upaya melestarikan system nilai yang melandasi perjuangan Pahlawan Nasional Raja Sisingamangaraja XII dengan menggali khasanah budaya dan system nilai masa silam yang dikaitkan dengan keinginan membina masa depan yang lebih baik, lebih bermutu dan lebih sempurna, maka Lembaga Sisingamangaraja XII yang didirikan dan diketuai DR GM Panggabean pada tahun 1979, telah membangun monumen Pahlawan Nasional Raja Sisingamangaraja XII di kota Medan yang diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia Soeharto di Istana Negara dalam rangka peringatan Hari Pahlawan 10 Nopember 1997 dan Pesta Rakyat peresmian monumen tersebut di Medan dihadiri sekitar seratus ribu orang, dengan Pembina Upacara Menko Polkam Jenderal TNI Maraden Panggabean.
Kemudian oleh Yayasan Universitas Sisingamangaraja XII pada tahun 1984 telah didirikan Universitas Sisingamangaraja XII (US XII) di Medan, pada tahun 1986 Universitas Sisingamangaraja XII Tapanuli (UNITA) di Silangit Siborong-borong Tapanuli Utara dan pada tahun 1987 didirikan STMIK Sisingamangaraja XII di Medan.

SEJARAH SISINGAMANGARAJA 1



SEJARAH SISINGAMANGARAJA 1

Sebelum sampai kepada Raja Sisingamangaraja, mari kita memulai untuk menelusuri tarombo(silsilah) Raja Sisingamangaraja.
Dimulai dari Tuan Sorimangaraja yg menikah dgn Boru Sanggul Haomasan(Nai Suanon),dari perkawinan mereka lahirlah Tuan Sorbadibanua yg kemudian menikah dgn puteri marga Pasaribu yg bernama Nai Antingmalela. Dari perkawinan Tuan Sorbadibanua dgn Nai Antingmalela lahirlah 5 orang anak, yaitu : Si Bagot Nipohan, Si Paettua, Silahi Sabungan, Si Raja Oloan dan Raja Huta lima.

Dan dari perkawinannya yg kedua, Tuan Sorbadibanua mempunyai 3 orang putra, yaitu: Raja Sumba, Toga Sobu dan Naipospos. Lalu kita dimulai dari Si Raja oloan, Dari istrinya yg kedua Si Raja oloan mempunyai 5 orang anak yaitu: Naibaho , Sihotang, Bakkara, Sinambela, Sihite dan Simanullang.
Sinambela mempunyai 3 orang anak yaitu: Raja Pareme, Tuan Nabolas, dan Ompu Raja Bonanionan. Ompu Raja Bonanionan ialah seorang dukun(datu bolon) yang terkenal, Ia sangat dihormati oleh kalangan teman sekampungnya, bahkan sampai ke daerah-daerah lain, kampung tetangganya. Ia sering dipanggil ke tempat lain/kampung tetangganya untuk mengobati orang-orang sakit dan yg mengusir setan(begu).

Dari perkawinan ompu Raja Bonanionan dengan boru Pasaribu, lahirlah seorang putri yg diberi nama Siatnatundal. sampai saat Siatnatundal beranjak gadis, istri Ompu Bonanionan tidak melahirkan lagi, padahal sang datu sangat menginginkan anak laki-laki dari istrinya. Setelah menunggu bertahun-tahun akhirnya sang Datu menjadi putus asa. Ia merasa tidak akan mendapatkan keturunan anak laki-laki dari istrinya. Ia merasa sedih, karena jaman itu sangat rendah diri kalau tidak mempunyai keturunan anak laki-laki sebagai penerus silsilahnya.

Demikian sang istri turut menjadi sedih, dia turut merasakan kegalauan hati sang datu, kadang-kadang ia menangis tersedu-sedu di tempat yg sunyi. Ia merasa belum memenuhi tanggung jawabnya sebagai istri kalau ia belum dapat melahirkan keturunan anak laki-laki bagi suaminya yang akan meneruskan nama silsilah leluhurnya nanti.

Hubungan keduanya suami-istri itu menjadi renggang, dan seolah-olah sang datu kurang menaruh perhatian kepada istrinya. dalam hatinya timbul niat hendak mencari istri lain, karena istrinya yg sekarang semakin tua dan dia berfikir tidak mungkin lagi untuk melahirkan anak.

Raja Ompu Bonanionan memutuskan untuk pergi merantau ke negeri lain, dan meninggalkan anak dan istrinya di Bakkara. sambil mengobatai orang di rantaunya, ia juga mencari istri baru yang kelak dapat membawa namanya.

Setelah Raja Bonanionan meninggalkan kampung halamannya, istrinya bertambah sering menangis tersedu-sedu. Di tempat yg sepi ia sering mengucurkan airmata nya, sambil memohon kepada Mulajadi Nabolon agar ia melihat duka dan kesedihannya.

Pada suatu hari, bersama putrinya pergilah ia ke hutan Tombak Sulu-sulu hendak mencari 'salaon', semacam tumbuhan yg dapat dipakai menjadi cat benang tenunan. istri Ompu Bonanionan suka menenun kain-kain batak(ulos) dgn motif-motif yg indah.

Di tombak sulu-sulu itulah ia kembali mengenang nasibnya sementara keduanya berhenti sejenak, sang istri yg kesepian dalam penderitaan itu menengadah ke atas langit, ditatapnya langit itu, cerah dan indah. pohon-pohon yg tinggi menjulang kelangit. sementara ia terisak dengan senandungnya yang sedih, tiba-tiba tampak disekelilingnya terang benderang. seorang yg seperti manusia secara ajaib muncul di depannya, dan berkata: "Jangan kamu takut, aku datang membawa pesan dari Mulajadi Nabolon".

Ia dan putrinya tersungkur ke tanah karena takut, selanjutnya orang itu berkata: "Mulajadi Nabolon telah mendengar isak tangismu". Ia tau isi hatimu, engkau akan melahirkan seorang putra, dan engkau akan memberinya nama "Sisingamangaraja", Singa Sohalompoan, Singa Sohaliapan, Singa Harajaon. Apabila ia lahir kelak, letakkanlah dia pada pinggan pasu, diatas kain ulos ragidup, dan bantalnya ogung oloan.

Setelah perkataannya selesai, lenyaplah orang itu dari pandangan matanya. 
Ia bersama putrinya amat takut, Ia terheran-heran dengan ucapan orang tsb.. Ia berpikir, apakah orang setua aku ini akan melahirkan anak lagi??

Pada saatnya mengandunglah dia, tanpa hubungan seks dengan pria lain. setelah 3 bulan, kandungannya makin nampak jelas dan orang-orang mulai curiga, dan beritanya ia menjadi bahan gosip di kalangan masyarakat kampungnya. keluarga dekat mulai curiga, siapakah yg akan bertanggung jawab atas anak dlm kandungannya itu. Lama-kelamaan, ia mulai dibenci oleh teman-teman sekampungnya, walaupun ia dan putrinya menceritakan kejadian di tombak sulu-sulu itu, tetapi orang kampung tidak mempercayainya.

Setelah anak kandungannya berumur 6 bulan, kembalilah Raja Bonanionandari perantauan. tiba-tiba ia kaget dan geram melihat istrinya mengandung. Ia menuduh istrinya telah berbuat serong dgn pria lain. ia marah dan membentak-bentak istrinya. ia memarahi famili dekatnya tidak memperhatikan istrinya. Meskipun istrinya menceritakan bahwa kandungannya itu bukan dari hasil persetubuhan, tapi Raja Bonanionan tetap tidak mempercayainya. Ia tetap pd pendiriannya bahwa istrinya telah berbuat serong dgn orang lain.

Kandungan itu sudah berusia 9 bulan, 10 bulan, dan lewat lagi, tetapi belum tampak tanda-tanda anak tsb akan lahir. karena umumnya umur 9-10 bulan bayi akan lahir, Maka istri Raja Bonanionan makin curiga, Ia takut kalau-kalau kandungannya itu bukanlah manusia atau ia mengidap penyakit. Lalu dipanggillah beberapa Datu(shaman), mereka sependapat bahwa anak dalam kandungannya itu benar-benar anak manusia dan akan lahir pd umur 12 bulan.

Setelah tepat 12 bulan, Istri Bonanionan mulai mengidam meminta mentimun muda dan permintaan lainnya, seperti wanita hamil lazimnya.  kemudian Raja Bonanionan mencarikan mentimun tsb. Lalu sang istri meminta hati ular yg dari tombak sulu-sulu, lalu dia meminta suaminya utk segera pergi mencarinya, dan disana Raja Bonanionan bertemu ular besar, lalu membunuh dan mengambil hatinya.

Kemudian diberikan kpd istrinya, setelah ia selesai memakan hati ular tsb, tiba-tiba angin bertiup kencang, langit menjadi mendung, dan kilat bersahut-sahutan. kala itu bumi seperti bergoyang, pada hari itulah perut istri Bonanionan mulas dan seperti ingin melahirkan.

Saat guntur menggelegar, memecah langit, saat itulah anak dalam kandungan itu lahir, tapi anak itu masih terbungkus selaput. Kemudian Ia diletakkan ke atas pinggan pasu, sesuai pesan seseorang yg menemuinya di Tombak sulu-sulu setahun yg lalu. ketika itu datanglah guntur menggelegar tiba-tiba dan selaput pembungkus bayi itu pecah, lalu nampaklah seorang anak laki-laki, yg berambut lebat, bergigi seperti anak yg sudah berusia beberapa tahun.  Semua orang terheran-heran melihat bayi tsb dan merasa ajaib melihat proses kelahiran anak tsb. Orang-orang berkata bahwa anak itu seorang yg sakti. Sesuai dgn utusan Mulajadi Nabolon, mereka memberi namanya "Sisingamangaraja", Singa Sohalompoan, Singa Sohaliapan, Singa Harajaon.

Setelah beranjak dewasa, ia mulai mengunjungi dari satu kampung ke kampung lainnya, Ia menemui byk orang tertawan karena pelanggarannya, Ia menanyakan apa sebabnya mereka ditahan?. Ia juga mengunjungi orang-orang miskin dan yg menderita. Ia memberi penerangan2 kepada mereka, memberi mereka nasehat2,  Ia juga tau seluk beluk ttg hukum-hukum dan peraturan2 hidup serta adat-istiadat. Ia dikagumi orang pada jaman itu dan kemudian diangkat menjadi Raja. Menurut penelitian sejarah Sisingamangaraja I memerintah pada awal abak ke 17.
(sumber: "Sekelumit mengenai masyarakat batak toba dan kebudayaannya", hal 154-158, E.H Tambunan)

ADAT BATAK DALAM CARA MENINGGAL DUNIA



 ADAT BATAK DALAM CARA MENINGGAL DUNIA

Kalau kita berbicara tentang kematian, secara tidak langsung itulah yang ditunggu-tunggu manusia yang sadar bahwa tanpa kematian tidak ada proses pada kehidupan yang kekal dan abadi.
Kematian itu adalah proses alami yang harus berlaku bagi setiap manusia yang beragama (menurut kepercayaan), dan khususnya Dalihan Natolu, mempunyai arti tersendiri sehingga tidak lepas dari bagian Adat dan Budaya Batak.
Dalam hal ini kita dapat mengamati pada acara dan Upacara yang berlaku di masyarakat Dalihan Natolu khususnya di Jabotabek dalam segala usia dan menurut kebiasaan yang dilakukan. Oleh karena itu perlu kita ajukan suatu acuan pedoman yang diharapkan dapat menjadi tuntunan bagi masyarakat Dalihan Natolu dalam pelaksanaan Adat kematian dimasa mendatang.
Kita dapat membedakan Adat Kematian dalam masyarakat Dalihan Natolu berdasarkan agama  (dapat dijelaskan secara singkat).
Macam atau Ragam Adat bagi warga yang meninggal dunia :
TILAHA : Kematian bagi warga Dalihan Natolu berkeluarga yang biasa disebut NAPOSO dalam hal ini perlakuan.
PONGGOL ULU (SUAMI) : Kematian yang diakibatkan si suami lebih dahulu meninggal dunia daripada si istri, dalam hal ini usia muda dan belum punya cucu atau belum punya keturunan.
MATOMPAS TATARING (ISTRI) : Kematian yang diakibatkan si istri lebih dahulu meninggal daripada si suami, dalam hal ini usia muda dan belum punya cucu atau belum punya keturunan.
SAUR MATUA : Kematian yang diakibatkan meninggalnya salah satu dari suami/istri yang sudah mempunyai cucu dan semua anak-anaknya sudah berkeluarga.
MATUA BULUNG : Kematian yang diakibatkan meninggalnya salah satu dari suami/istri yang telah mempunyai cucu bahkan sudah mempunyai cicit atau disebut Nini/Nono dengan lanjut usia.
Nini : Disebut keturunan dari anak laki-laki
Nono : Disebut keturunan dari anak perempuan
Bagaimanakah hubungannya kematian tersebut dengan Adat Dalihan Natolu, dalam hal ini lebih dahulu kita harus mengetahui yang meninggal termasuk golongan mana dari Ragam kematian tersebut diatas untuk menempatkan Adat juga hubungannya dengan Ulos.

Dalihan Natolu mempunyai 3 hal yang berhubungan dengan Ulos:
Pemberian ULOS SAPUT :
Ulos ini diberikan kepada yang meninggal dunia sebagai tanda perpisahan. Siapakah yang berhak memberikan SAPUT tersebut, dalam hal ini perlu kita mempunyai satu persepsi untuk masa yang akan datang karena hal ini banyak berbeda pendapat menurut lingkungannya masing-masing, misalnya HULA-HULA/TULANG.

Pemberian ULOS TUJUNG :
Dalam hal ini semua dapat menyetujui dari pihak HULA-HULA

Pemberian ULOS HOLONG :
Dari semua pihak Hula-hula , Tulang , Tulang Rerobot , Bona Tulang bahkan Bona ni Ari termasuk dari Hula-hula ni na Marhaha Maranggi , Hula-hula ni Anak Manjae , berhak memberikan kepada Keluarga yang meninggal.
Bagaimanakah hubungannya dengan Adat Dalihan Natolu diluar Ulos tersebut yang mempunyai harga diri (dalam Pesta Adat). Dalam hal ini terjadilah beberapa pelaksanaan setelah adanya Musyawarah atau lazim disebut RIA RAJA oleh beberapa Dalian Natolu disebut Boanna. Boan ini (yang dipotong pada hari Hnya) terdiri dari beberapa macam :
Misalnya :
Babi/Kambing, disebut Siparmiak-miak
Sapi, disebut Lombu Sitio-tio
Kerbau, disebut Gajah Toba
Sesuai dengan Adat Dalihan Natolu tingkatan daripada Boan tersebut disesuaikan dengan Parjambaron.

Fungsi Dalihan Natolu menggunakan istilah Adat :
Pangarapotan : Adalah suatu penghormatan kepada yang meninggal yang mempunyai gelar Sari Matua dan lain-lain sebelum acara besarnya dan penguburannya atau dihalaman (bilamana memungkinkan). Dalam hal ini suhut dapat meminta tumpak (bantuan) secara resmi dari family yang tergabung dalam Dalihan Natolu disebut Tumpak di Alaman.

Partuatna : hari yang dianggap menyelesaikan Adat kepada seluruh halayat Dalihan Natolu yang mempunyai hubunngan berdasarkan adat. Pada waktu pelaksanaan ini pulu Suhut akan memberikan Piso-piso/stuak Natonggi kepada kelompok Hula-hula/Tulang yang mana memberikan Ulos tersebut diatas kepada yang meninggal dan keluarga dan pemberian uang ini oleh keluarga tanda kasihnya.. Juga pada waktu bersamaan ini pula dibagikan jambar-jambar sesuai dengan fungsinya masing-masing dengan azas musyawarah sebelumnya, setelah itu dilaksanakanlah upacara adat mandokon hata dari masing-masing pihak sesuai dengan urutan-urutan secara tertulis. Setelah selesai, bagi orang Kristen diserahkan kepada Gereja (Huria) untuk seterusnya dikuburkan.