HUKUM

Manullang

WELCOME TO MANULLANG BLOG ADVOKAT & LEGAL CONSULTANT

Minggu, 12 Mei 2013

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG KEUANGAN NEGARA



PENJELASAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 17 TAHUN 2003
TENTANG
KEUANGAN NEGARA

I                 UMUM
1.              Dasar Pemikiran
Dalam rangka pencapaian tujuan bernegara sebagaimana tercantum dalam alinea IV Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dibentuk pemerintahan negara yang menyelenggarakan fungsi pemerintahan dalam berbagai bidang. Pembentukan pemerintahan negara tersebut menimbulkan hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang yang perlu dikelola dalam suatu sistem pengelolaan keuangan negara.
Sebagai suatu negara yang berkedaulatan rakyat, berdasarkan hukum, dan menyelenggarakan pemerintahan negara berdasarkan konstitusi, sistem pengelolaan keuangan negara harus sesuai dengan aturan pokok yang ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Bab VIII Hal Keuangan, antara lain disebutkan bahwa anggaran pendapatan dan belanja negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang, dan ketentuan mengenai pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara serta macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang. Hal-hal lain mengenai keuangan negara sesuai dengan amanat Pasal 23C diatur dengan undang-undang.
Selama ini dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan negara masih digunakan ketentuan perundang-undangan yang disusun pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda yang berlaku berdasarkan Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu Indische Comptabiliteitswet yang lebih dikenal dengan nama ICW Stbl. 1925 No. 448 selanjutnya diubah dan diundangkan dalam Lembaran Negara 1954 Nomor 6, 1955 Nomor 49, dan terakhir Undang-undang Nomor 9 Tahun 1968, yang ditetapkan pertama kali pada tahun 1864 dan mulai berlaku pada tahun 1867, Indische Bedrijvenwet (IBW) Stbl. 1927 No. 419 jo. Stbl. 1936 No. 445 dan Reglement voor het Administratief Beheer (RAB) Stbl. 1933 No. 381. Sementara itu, dalam pelaksanaan pemeriksaan pertanggungjawaban keuangan negara digunakan Instructie en verdere bepalingen voor de Algemeene Rekenkamer (IAR) Stbl. 1933 No. 320. Peraturan perundang-undangan tersebut tidak dapat mengakomodasikan berbagai perkembangan yang terjadi dalam sistem kelembagaan negara dan pengelolaan keuangan pemerintahan negara Republik Indonesia. Oleh karena itu, meskipun berbagai ketentuan tersebut secara formal masih tetap berlaku, secara materiil sebagian dari ketentuan dalam peraturan perundang-undangan dimaksud tidak lagi dilaksanakan.
Kelemahan perundang-undangan dalam bidang keuangan negara menjadi salah satu penyebab terjadinya beberapa bentuk penyimpangan dalam pengelolaan keuangan negara. Dalam upaya menghilangkan penyimpangan tersebut dan mewujudkan sistem pengelolaan fiskal yang berkesinambungan (sustainable) sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar dan asas-asas umum yang berlaku secara universal dalam penyelenggaraan pemerintahan negara diperlukan suatu undang-undang yang mengatur pengelolaan keuangan negara.
Upaya untuk menyusun undang-undang yang mengatur pengelolaan keuangan negara telah dirintis sejak awal berdirinya negara Indonesia. Oleh karena itu, penyelesaian Undang-undang tentang Keuangan Negara merupakan kelanjutan dan hasil dari berbagai upaya yang telah dilakukan selama ini dalam rangka memenuhi kewajiban konstitusional yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945. 
2.              Hal-hal Baru dan/atau Perubahan Mendasar dalam Ketentuan Pengelolaan Keuangan Negara yang Diatur dalam Undang-undang ini
Hal-hal baru dan/atau perubahan mendasar dalam ketentuan keuangan negara yang diatur dalam undang-undang ini meliputi pengertian dan ruang lingkup keuangan negara, asas-asas umum pengelolaan keuangan negara, kedudukan Presiden sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara, pendelegasian kekuasaan Presiden kepada Menteri Keuangan dan Menteri/Pimpinan Lembaga, susunan APBN dan APBD, ketentuan mengenai penyusunan dan penetapan APBN dan APBD, pengaturan hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan bank sentral, pemerintah daerah dan pemerintah/lembaga asing, pengaturan hubungan keuangan antara pemerintah dengan perusahaan negara, perusahaan daerah dan perusahaan swasta, dan badan pengelola dana masyarakat, serta penetapan bentuk dan batas waktu penyampaian laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN dan APBD.
Undang-undang ini juga telah mengantisipasi perubahan standar akuntansi di lingkungan pemerintahan di Indonesia yang mengacu kepada perkembangan standar akuntansi di lingkungan pemerintahan secara internasional.
3.              Pengertian dan Ruang Lingkup Keuangan Negara
Pendekatan yang digunakan dalam merumuskan Keuangan Negara adalah dari sisi obyek, subyek, proses, dan tujuan. Dari sisi obyek yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Dari sisi subyek yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi seluruh obyek sebagaimana tersebut di atas yang dimiliki negara, dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Perusahaan Negara/Daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara. Dari sisi proses, Keuangan Negara mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan obyek sebagaimana tersebut di atas mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggunggjawaban. Dari sisi tujuan, Keuangan Negara meliputi seluruh kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan obyek sebagaimana tersebut di atas dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara.
Bidang pengelolaan Keuangan Negara yang demikian luas dapat dikelompokkan dalam sub bidang pengelolaan fiskal, sub bidang pengelolaan moneter, dan sub bidang pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan. 
4.              Asas-asas Umum Pengelolaan Keuangan Negara
Dalam rangka mendukung terwujudnya good governance dalam penyelenggaraan negara, pengelolaan keuangan negara perlu diselenggarakan secara profesional, terbuka, dan bertanggung jawab sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar. Sesuai dengan amanat Pasal 23C Undang-Undang Dasar 1945, Undang-undang tentang Keuangan Negara perlu menjabarkan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar tersebut ke dalam asas-asas umum yang meliputi baik asas-asas yang telah lama dikenal dalam pengelolaan keuangan negara, seperti asas tahunan, asas universalitas, asas kesatuan, dan asas spesialitas maupun asas-asas baru sebagai pencerminan best practices (penerapan kaidah-kaidah yang baik) dalam pengelolaan keuangan negara, antara lain:
-               akuntabilitas berorientasi pada hasil;
-               profesionalitas;
-               proporsionalitas;
-               keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara;
-               pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri.
Asas-asas umum tersebut diperlukan pula guna menjamin terselenggaranya prinsip-prinsip pemerintahan daerah sebagaimana yang telah dirumuskan dalam Bab VI Undang-Undang Dasar 1945. Dengan dianutnya asas-asas umum tersebut di dalam Undang-undang tentang Keuangan Negara, pelaksanaan Undang-undang ini selain menjadi acuan dalam reformasi manajemen keuangan negara, sekaligus dimaksudkan untuk memperkokoh landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Negara Kesatuan Republik Indonesia. 
5.              Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara
Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. Kekuasaan tersebut meliputi kewenangan yang bersifat umum dan kewenangan yang bersifat khusus. Untuk membantu Presiden dalam penyelenggaraan kekuasaan dimaksud, sebagian dari kekuasaan tersebut dikuasakan kepada Menteri Keuangan selaku Pengelola Fiskal dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan, serta kepada Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya. Menteri Keuangan sebagai pembantu Presiden dalam bidang keuangan pada hakekatnya adalah Chief Financial Officer (CFO) Pemerintah Republik Indonesia, sementara setiap menteri/pimpinan lembaga pada hakekatnya adalah Chief Operational Officer (COO) untuk suatu bidang tertentu pemerintahan. Prinsip ini perlu dilaksanakan secara konsisten agar terdapat kejelasan dalam pembagian wewenang dan tanggung jawab, terlaksananya mekanisme checks and balances serta untuk mendorong upaya peningkatan profesionalisme dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan.
Sub bidang pengelolaan fiskal meliputi fungsi-fungsi pengelolaan kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro, penganggaran, administrasi perpajakan, administrasi kepabeanan, perbendaharaan, dan pengawasan keuangan.
Sesuai dengan asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan negara sebagian kekuasaan Presiden tersebut diserahkan kepada Gubernur/ Bupati/Walikota selaku pengelola keuangan daerah. Demikian pula untuk mencapai kestabilan nilai rupiah tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter serta mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran dilakukan oleh bank sentral.
6.              Penyusunan dan Penetapan APBN dan APBD
Ketentuan mengenai penyusunan dan penetapan APBN/APBD dalam undang-undang ini meliputi penegasan tujuan dan fungsi penganggaran pemerintah, penegasan peran DPR/DPRD dan pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran, pengintegrasian sistem akuntabilitas kinerja dalam sistem penganggaran, penyempurnaan klasifikasi anggaran, penyatuan anggaran, dan penggunaan kerangka pengeluaran jangka menengah dalam penyusunan anggaran.
Anggaran adalah alat akuntabilitas, manajemen, dan kebijakan ekonomi. Sebagai instrumen kebijakan ekonomi anggaran berfungsi untuk mewujudkan pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta pemerataan pendapatan dalam rangka mencapai tujuan bernegara. Dalam upaya untuk meluruskan kembali tujuan dan fungsi anggaran tersebut perlu dilakukan pengaturan secara jelas peran DPR/DPRD dan pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran sebagai penjabaran aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Sehubungan dengan itu, dalam undang-undang ini disebutkan bahwa belanja negara/belanja daerah dirinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja. Hal tersebut berarti bahwa setiap pergeseran anggaran antarunit organisasi, antarkegiatan, dan antarjenis belanja harus mendapat persetujuan DPR/DPRD.
Masalah lain yang tidak kalah pentingnya dalam upaya memperbaiki proses penganggaran di sektor publik adalah penerapan anggaran berbasis prestasi kerja. Mengingat bahwa sistem anggaran berbasis prestasi kerja/hasil memerlukan kriteria pengendalian kinerja dan evaluasi serta untuk menghindari duplikasi dalam penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga/perangkat daerah, perlu dilakukan penyatuan
sistem akuntabilitas kinerja dalam sistem penganggaran dengan memperkenalkan sistem penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga/perangkat daerah. Dengan penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian/lembaga/perangkat daerah tersebut dapat terpenuhi sekaligus kebutuhan akan anggaran berbasis prestasi kerja dan pengukuran akuntabilitas kinerja kementerian/lembaga/perangkat daerah yang bersangkutan.
Sejalan dengan upaya untuk menerapkan secara penuh anggaran berbasis kinerja di sektor publik, perlu pula dilakukan perubahan klasifikasi anggaran agar sesuai dengan klasifikasi yang digunakan secara internasional. Perubahan dalam pengelompokan transaksi pemerintah tersebut dimaksudkan untuk memudahkan pelaksanaan anggaran berbasis kinerja, memberikan gambaran yang objektif dan proporsional mengenai kegiatan pemerintah, menjaga konsistensi dengan standar akuntansi sektor publik, serta memudahkan penyajian dan meningkatkan kredibilitas statistik keuangan pemerintah.
Selama ini anggaran belanja pemerintah dikelompokkan atas anggaran belanja rutin dan anggaran belanja pembangunan. Pengelompokan dalam anggaran belanja rutin dan anggaran belanja pembangunan yang semula bertujuan untuk memberikan penekanan pada arti pentingnya pembangunan dalam pelaksanaannya telah menimbulkan peluang terjadinya duplikasi, penumpukan, dan penyimpangan anggaran. Sementara itu, penuangan rencana pembangunan dalam suatu dokumen perencanaan nasional lima tahunan yang ditetapkan dengan undang-undang dirasakan tidak realistis dan semakin tidak sesuai dengan dinamika kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dalam era globalisasi.
Perkembangan dinamis dalam penyelenggaraan pemerintahan membutuhkan sistem perencanaan fiskal yang terdiri dari sistem penyusunan anggaran tahunan yang dilaksanakan sesuai dengan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Framework) sebagaimana dilaksanakan di kebanyakan negara maju.
Walaupun anggaran dapat disusun dengan baik, jika proses penetapannya terlambat akan berpotensi menimbulkan masalah dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu, dalam undang-undang ini diatur secara jelas mekanisme pembahasan anggaran tersebut di DPR/DPRD, termasuk pembagian tugas antara panitia/komisi anggaran dan komisi-komisi pasangan kerja kementerian negara/lembaga/perangkat daerah di DPR/DPRD.
7.              Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Bank Sentral, Pemerintah Daerah, Pemerintah/Lembaga Asing, Perusahaan Negara, Perusahaan Daerah, Perusahaan Swasta, serta Badan Pengelola Dana Masyarakat
Sejalan dengan semakin luas dan kompleksnya kegiatan pengelolaan keuangan negara, perlu diatur ketentuan mengenai hubungan keuangan antara pemerintah dan lembaga-lembaga infra/supranasional. Ketentuan tersebut meliputi hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan bank sentral, pemerintah daerah, pemerintah asing, badan/lembaga asing, serta hubungan keuangan antara pemerintah dan perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan swasta dan badan pengelola dana masyarakat. Dalam hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan bank sentral ditegaskan bahwa pemerintah pusat dan bank sentral berkoordinasi dalam penetapan dan pelaksanaan kebijakan fiskal dan moneter. Dalam hubungan dengan pemerintah daerah, undang-undang ini menegaskan adanya kewajiban
pemerintah pusat mengalokasikan dana perimbangan kepada pemerintah daerah. Selain itu, undang-undang ini mengatur pula perihal penerimaan pinjaman luar negeri pemerintah. Dalam hubungan antara pemerintah dan perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan swasta, dan badan pengelola dana masyarakat ditetapkan bahwa pemerintah dapat memberikan pinjaman/hibah/penyertaan modal kepada dan menerima pinjaman/hibah dari perusahaan negara/daerah setelah mendapat persetujuan DPR/DPRD.
 
8.              Pelaksanaan APBN dan APBD
Setelah APBN ditetapkan secara rinci dengan undang-undang, pelaksanaannya dituangkan lebih lanjut dengan keputusan Presiden sebagai pedoman bagi kementerian negara/lembaga dalam pelaksanaan anggaran. Penuangan dalam keputusan Presiden tersebut terutama menyangkut hal-hal yang belum dirinci di dalam undang-undang APBN, seperti alokasi anggaran untuk kantor pusat dan kantor daerah kementerian negara/lembaga, pembayaran gaji dalam belanja pegawai, dan pembayaran untuk tunggakan yang menjadi beban kementerian negara/lembaga. Selain itu, penuangan dimaksud meliputi pula alokasi dana perimbangan untuk provinsi/kabupaten/kota dan alokasi subsidi sesuai dengan keperluan perusahaan/badan yang menerima.
Untuk memberikan informasi mengenai perkembangan pelaksanaan APBN/APBD, pemerintah pusat/pemerintah daerah perlu menyampaikan laporan realisasi semester pertama kepada DPR/DPRD pada akhir Juli tahun anggaran yang bersangkutan. Informasi yang disampaikan dalam laporan tersebut menjadi bahan evaluasi pelaksanaan APBN/APBD semester pertama dan penyesuaian/perubahan APBN/APBD pada semester berikutnya.
Ketentuan mengenai pengelolaan keuangan negara dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD ditetapkan tersendiri dalam undang-undang yang mengatur perbendaharaan negara mengingat lebih banyak menyangkut hubungan administratif antarkementerian negara/lembaga di lingkungan pemerintah.
9.              Pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Negara
Salah satu upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara adalah penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah yang memenuhi prinsip-prinsip tepat waktu dan disusun dengan mengikuti standar akuntansi pemerintah yang telah diterima secara umum.
Dalam undang-undang ini ditetapkan bahwa laporan pertanggung-jawaban pelaksanaan APBN/APBD disampaikan berupa laporan keuangan yang setidak-tidaknya terdiri dari laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan yang disusun sesuai dengan standar akuntansi pemerintah. Laporan keuangan pemerintah pusat yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan harus disampaikan kepada DPR selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan, demikian pula laporan keuangan pemerintah daerah yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan harus disampaikan kepada DPRD selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan.
Dalam rangka akuntabilitas pengelolaan keuangan negara menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota selaku pengguna anggaran/pengguna barang bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan yang ditetapkan dalam Undang-undang tentang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD, dari segi manfaat/hasil (outcome). Sedangkan Pimpinan unit organisasi kementerian negara/lembaga bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang ditetapkan dalam Undang-undang tentang APBN, demikian pula Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang APBD, dari segi barang dan/atau jasa yang disediakan (output). Sebagai konsekuensinya, dalam undang-undang ini diatur sanksi yang berlaku bagi menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota, serta Pimpinan unit organisasi kementerian negara/lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah yang terbukti melakukan penyimpangan kebijakan/kegiatan yang telah ditetapkan dalam Undang-undang tentang APBN /Peraturan Daerah tentang APBD. Ketentuan sanksi tersebut dimaksudkan sebagai upaya preventif dan represif, serta berfungsi sebagai jaminan atas ditaatinya Undang-undang tentang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD yang bersangkutan.
Selain itu perlu ditegaskan prinsip yang berlaku universal bahwa barang siapa yang diberi wewenang untuk menerima, menyimpan dan membayar atau menyerahkan uang, surat berharga atau barang milik negara bertanggungjawab secara pribadi atas semua kekurangan yang terjadi dalam pengurusannya. Kewajiban untuk mengganti kerugian keuangan negara oleh para pengelola keuangan negara dimaksud merupakan unsur pengendalian intern yang andal.

PERAN BPK DALAM PEMERIKSAAN DAN PENGAWASAN PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA




November 21, 2010
PK DALAM PEMERIKSAAN DAN PENGAWASAN PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA

A. Pendahuluan
Pengelolaan keuangan negara merupakan salah satu hal yang sangat penting bagi kehidupan perekonomian suatu negara, karena berkaitan erat dengan mampu dan tidaknya negara dalam mewujudkan tujuan dan cita-cita negara serta menciptakan kesejahteraan. Lemahnya sistem pengelolaan keuangan negara dan sistem hukum di negara kita adalah pemicu tindakan penyalahgunaan kekayaan dan keuangan negara serta maraknya tindakan KKN. Pengalaman bangsa Indonesia telah cukup membuktikan bahwa tindakan tersebut menyebabkan terpuruknya bangsa Indonesia dan sulitnya mewujudkan cita-cita bersama bangsa Indonesia. Pengelolaan keuangan negara memiliki tujuan untuk menjaga dan menjamin eksistensi negara dan membiayai pengelolaan negara untuk mewujudkan kesejahteraan. Semua negara dikelola secara tertib, sesuai dan taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan dan akuntabel. Agar segala kekurangan dalam laporan keuangan pemerintah dapat dideteksi secara akurat sebagai bahan dalam memperbaiki sistem pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara serta sebagai bahan dalam pengambilan kebijakan secara tepat maka diperlukan suatu lembag aneg khussu yang independen, obyektif, dan tidak memihak dalam memeriksa laporan keuangan pemerintah. lembaga yang dimaksud adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Untuk mewujudkan tujuan negara, perlu dibangun suatu sistem pengelolaan keuangan negara yang bertumpu pada prinsip-prinsip ketertiban, ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan dan akuntabel. Bagian dari sistem pengelolaan keuangan negara adalah sistem pengawasan dan pemeriksaan untuk memasukkan bahwa apakah keuangan negara telah dilaksanakan sesuai target dan tujuan yang hendak dicapai.
Dengan karya tulis ini pembaca diharapkan mengetahui bahwa pemerintah telah berupaya meningkatkan transparansi dan akuntabilitas keuangan negara serta menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih melalui pembentukan lembaga pengawasan internal maupun eksternal.
Adapun inti pokok permasalahan dalam karya ilmiah ini adalah:
1. Seperti apakah profil BPK itu?
2. Mengenai transparansi dan akuntabilitas keuangan negara.
3. Untuk apakah pemeriksaan keuangan negara itu?
4. Apakah tujuan pengawasan keuangan negara?

B. Pembahasan
1. Profil BPK
a. Tugas dan Fungsi BPK berdasarkan UUD 1945
BPK merupakan salah satu lembaga pengawasan eksternal dan sebagai suatu lembaga negara yang memiliki posisi sangat tinggi sesuai UU 1945. Tugas BPK adalah pemberantasan KKN, memelihara transparansi dan akuntabilitas seluruh aspek keungan negara, untuk memeriksa semua asal-usul dan besarnya penerimaan negara dari mana pun sumbernya. BPK memiliki tugas untuk memeriksa untuk apa uang negara dipergunakan pada tiga lapis pemerintahan di Indonesia yaitu pusat, provinsi, dan kabupaten/kota. Keuangan negara Indonesia tercermin pada APBN, APBD, BUMN, BUMD, yayasan, dana pensiun, perusahaan yang terkait dengan kedinasan, serta bantuan atau subsidi kepada lembaga sosial milik swasta.
b. Struktur Organisasi BPK
Berdasarkan keputusan Ketua BPK No. 34/K/I-VIII.3/6/2007 tanggal 15 Juni 2007 Gambaran mengenai struktur organisasi BPK adalah sebagai berikut :
Terdiri dari 1 orang ketua merangkap anggota, 1 orang wakil ketua merangkap anggota, dan 7 orang anggota BPK dimana 7 orang anggota ini dibagi untuk melakukan pembinaan atas suatu lingkup pemeriksaan, evaluasi, pembangunan, pendidikan dan latihan pemeriksaan keuangan negara, serta satu Direktorat Utama Pembinaan dan Pengembangan Hukum Pemeriksaan Keuangan Negara dan 7 auditorat Utama Keuangan Negara.
c. Visi, Misi dan Tujuan Strategis BPK
1) Visi BPK
Menjaga lembaga pemeriksa keuangan negara yang bebas, mandiri dan profesional serta berperan aktif dalam mewujudkan tata kelola keuangan negara yang akuntabel dan transparan.
2) Misi BPK
Memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara dalam rangka mendorong terwujudnya akuntabilitas dan transparansi keuangan negara, serta berperan aktif dalam mewujudkan pemerintahan yang baik, bersih dan transparan.
3) Tujuan Strategis BPK
a) Mewujudkan BPK RI sebagai lembaga pemeriksa keuangan negara yang independen dan profesional
b) Memenuhi semua kebutuhan dan harapan pemilik kepentingan
c) Mewujudkan BPK RI sebagai pusat regulator di bidang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara
d) Mendorong terwujudnya tata kelola yang baik atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
d. Peranan BPK Sekarang dan Mendatang
Peningkatan peran BPK telah dimulai sejak beberapa tahun lalu sebelum terbitnya UU No. 15 tahun 2006 tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
Peran BPK sekarang dan mendatang antara lain :
1) Membantu masyarakat dan pengambil keputusan untuk melakukan alternatif pilihan masa depan.
2) Mendalami kebijakan dan masalah publik.
3) Melakukan evaluasi dan memberikan rekomendasi bagi peningkatan efektivitas dan efisiensi kebijakan pemerintah serta ketaatan atas aturan lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan.
4) Membantu pemerintah untuk mengimplementasikan paket ketiga UU tentang keuangan negara tahun 2003-2004 melalui:
a) Penyatuan anggaran non bujeter dan kegiatan auasi-fiskal ke dalam APBN.
b) Memperjelas peran dan tanggung jawab lembaga negara pada semua tingkatan.
c) Mendorong proses penyiapan, pelaksanaan dan pelaporan anggaran negara yang transparan dan akuntabel.
d) Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas transaksi keuangan antara instansi pemerintah di tingkat pusat, daerah serta keduanya maupun antara pemerintah dengan BUMN, BUMD serta perusahaan swasta yang mendapatkan subsidi dari negara.
5) Membantu pemerintah melakukan perubahan struktural BUMN, maupun Badan Layanan Umum.
6) Upaya pemberantasan korupsi dengan melaporkan tindakan KKN kepada penegak hukum.
e. Landasan Operasional BPK menurut UU Nomor 15 tahun 2006 adalah sebagai berikut :
1) BPK terdiri dari 9 orang yaitu satu orang ketua merangkap anggota, satu orang wakil ketua merangkap anggota dan tujuh orang anggota. Anggota BPK menjabat selama 5 tahun dan hanya dapat menjabat selama dua periode.
2) Ketua dan wakil ketua BPK dipilih dari dan oleh anggota.
3) Untuk melakanakan tugasnya BPK dibantu oleh Pelaksana BPK yang terdiri dari Sekretariat Jenderal, Unit Pelaksana Tugas Pemeriksaan, Unsur Penunajgn, Perwakilan BPK, dan pejabat lain sesuai dengan kebutuhan.
4) Pelaksanaan tugas dan fungsi BPK sepenuhnya dibiayai dari APBN yang besarnnya ditetapkan oleh DPR.
5) Pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara di lingkungan BPK diperiksa oleh kantor akuntan publik yang ditunjuk oleh DPR atas usul Menteri Keuangan.
f. Kedudukan dan Wewenang BPK
Kedudukan BPK setelah amandemen UUD 1945 Lembaga Negara/Penyelenggara
Wewenang BPK
1) Menentukan objek pemeriksaan, merencanakan dan melaksanakan pemeriksaan, menentukan waktu dan metode pemeriksaan serta menyajikan laporan pemeriksaan.
2) Meminta keterangan dan/atau dokumen yang wajib diberikan oleh setiap orang dan atau unit organisasi yang mengelola keuangan negara.
3) Menetapkan standar pemeriksaan keuangan negara dan kode etik pemeriksaan.
4) Menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang dilakukan oleh bendahara dan/atau pengelola keuangan negara.
5) Memberikan keterangan ahli dalam proses peradilan mengenai keuangan.
Kewenangan BPK dalam melakukan audit terdiri atas seluruh kekayaan negara tanpa kecuali penafsiran BPK secara luas atas kewenangannya dalam melakukan pemeriksaan dilegitimasi oleh perubahan ketiga UUD 1945 terutama pasal 23E, 23F dan 23G.yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 23E (1) untuk memeriksa dan tanggungjawab tentang keuangan negara diadakansuatu badan pemeriksa keuangan yang bebas dan mandiri. (2) hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada DPR, DPD, DPRD sesuai dengan kewenangannya.(3) hasil pemeriksaan tersebut ditindak lanjuti oleh lembaga perwakilan dan atau badan sesuai dengan Undang-undang. Pasal 23F berbunyi (1) Anggota BPK dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD dan diresmikan oleh presiden.(2) pimpinan BPK dipilih dari dan oleh anggota. Pasal 23G berbunyi (1) BPK berkedudukan di ibu kota negara, dan memiliki perwakilan di tiap provinsi. (2) ketentuan lebih lanjut tentang BPK diatur dalam Undang-undang.
2. Transparansi dan Akuntabilitas Keuangan Negara
Tugas utama Badan Pengawas Keuangan Negara (BPK) adalah memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara serta menyerahkan semua hasil pemeriksaan tersebut kepada lembaga perwakilan untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan keuangan negara sebagai hal utama dalam demokrasi ekonomi dan politik yang sesungguhnya. Sebelum kita berbicara lebih jauh, perlu diketahui mengenai pengertian transparansi dan akuntabilitas. Pengertian transparansi adalah memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat berdasarkan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawaban kepadanya dan ketaatannya pada peraturan perundang-undangan (KK, SAP, 2005). Sedangkan akuntabailitas adalah mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada entitas serta pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada entitas pelaporan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara periodik (KK, SAP, 2005).
Sejak amandemen UUD 1945 paket tiga UU Keuangan negara (2003-2004) dan UU No. 15/2006 tentang BPK, BPK pun telah melaksanakan praktek-praktek transparansi dan akuntabilitas, upaya ini dimaksudkan untuk membangun sistem pemerintahan yang baik dan bersih, serta mewujudkan tata kelola/tata pemerintahan yang baik (good governance). Transparansi dan akuntabilitas keuangan negara harus diwujudkan dalam lima tahapan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara yaitu :
a. Perencanaan dan penganggaran, meliputi proses konsultatif dan publikasi perencanaan anggaran dengan lembaga perwakilan.
b. Pelaksanaan anggaran.
c. Akuntansi, pelaporan dan pertanggungjawaban anggaran.
d. Pengawasan internal.
e. Pemeriksaan oleh auditor eksternal yang independen.
Transparansi dan akuntabilitas perlu diwujudkan dalam pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang meliputi :
a. Realisasi anggaran (penerimaan dan pengeluaran)
b. Neraca (aset dan kewajiban/hutang)
c. Arus kas (termasuk penyimpanan uang negara) oleh pemeriksaan eksternal.
Salah satu langkah nyata BPK dalam meningkatkan Transparansi dan Akuntabilitas adalah dengan menyediakan ruang publik interaktif untuk mengenalkan kiprah dan upaya BPK dalam melaksanakan amanat konstitusi melalui website (www.bpk.go.id) dengan begitu publik dapat dengan mudah memperoleh informasi dan menilai hasil kerja BPK secara langsung serta memonitor tindak lanjut hasil-hasil pemeriksaan BPK. Selain itu BPK juga telah memulai kebiasaan memberikan penghargaan kepada karya jurnalistik media massa yang dianggap menunjukkan profesionalitas dalam liputannya tentang BPK, serta karya yang dibuat dengan cara yang obyektif, akurat dan profesional. BPK juga menempatkan media massa sebagai mitra dalam penegakan transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan negara dengan membangun hubungan yang terbuka dengan media massa.
3. Pemeriksaan Keuangan Negara
Kegiatan pemeriksaan dan pengawasan mempunyai kedudukan yang strategis dan menentukan terciptanya transparansi dan akuntabilitas di bidang pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara. Sampai saat ini usaha perbaikan tentang hal tersebut masih terus berlanjut dan telah memberikan hasil yang cukup baik bila dibandingkan dengan kondisi sebelum reformasi. Upaya Badan Pengawas Keuangan bersama pemerintah dalam melaksanakan reformasi keuangan negara telah dilakukan secara serius dan telah berhasil melaksanakan perbaikan kebijakan dan kerangka hukum.
Sistem pengawasan dan pemeriksaan merupakan bagian dari sistem pengelolaan keuangan Negara yang berperan untuk memastikan bahwa keuangan negara telah dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai dengan mentaati peraturan perundangan yang berlaku, karena keuangan negara pada dasarnya bersumber dari rakyat misalnya :
a. Pajak dan retribusi dipungut dari rayat, laba
b. BUMN/D modalnya dari rakyat
c. Hutang akan menjadi beban rakyat
d. Hibah karena ada kepentingan rakyat
e. dan eksploitasi sumber daya alam adalah milik rakyat.
Karena itulah sudah selayaknya keuangan negara yang diakumulasi dari rakyat tersebut harus dikelola dan didistribusikan kembali demi kesejahteraan rakyat. Sesuai dengan pasal 23 UUD 1945 perubahan ketiga yaitu : APBN sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung-jawab sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
a. Pengertian Pemeriksaan
Menurut UU No. 15 tahun 2004 pengertian pemeriksaan (auditing) adalah proses identifikasi masalah, analisa, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, obyektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
Auditing berfungsi untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas serta bermanfaat untuk mengetahui kondisi yang sesungguhnya dari suatu entitas sebagai dasar untuk melakukan antisipasi masa mendatang, sebagai dasar pengambilan keputusan serta mengurangi resiko kesalahan dalam pengambilan kebijakan.
Pemeriksaan sangat penting adanya untuk mendeteksi kemungkinan penyimpangan dalam pengelolaan keuangan.
b. Pengertian Keuangan Negara
Pengertian keuangan negara terbagi menjadi dua yaitu pengertian dalam arti luas dan pengertian dalam arti sempit, pengertian dalam arti luas ialah pertanggungjawaban keuangan negara yang harus dilakukan okeh pemerintah mengenai APBN, APBD, keuangan unit-unit usaha negara, dan pada hakekatnya seluruh kekayaan negara. Sedangkan dalam arti sempit keuangan negara ialah pertanggungjawaban keuangan negara oleh pemerintah mengenai APBN saja.
c. Pengertian Pemeriksaan Keuangan Negara
Pemeriksaan keuangan negara adalah proses identifikasi masalah, analisa dan evaluasi yang dilakukan secara independen, obyektif dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas dan keandalan informasi terhadap semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
d. Tujuan Pemeriksaan Keuangan Negara
Yaitu untuk menilai apakah pelaksanaan dari suatu kegiatan beserta pengelolaan keuangannya telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta sesuai dengan target tujuan yang telah ditetapkan. Pemeriksaan keuangan Negara dapat dilakukan oleh aparat pengawas internal (APIP) maupun Badan Pengawas Keuangan (BPK).
e. Lingkup Pemeriksaan Keuangan Negara
Pemeriksaan yang dilakukan mencakup seluruh keuangan negara sesuai dengan pasal 2 Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 serta meliputi pemeriksaan atas pelaksanaan APBN, APBD, pelaksanaan anggaran tahunan BUMN, BUMD, serta kegiatan yayasan yang didirikan pemerintah.
f. Jenis-jenis Pemeriksaan Keuangan Negara
Berdasarkan pasal 4 UU No. 15 tahun 2004 jenis-jenis pemeriksaan keuangan negara antara lain :
1) Pemeriksaan Keuangan (Financial Audit)
Yaitu pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar.
2) Pemeriksaan Kinerja (Performance Audit)
Merupakan pemeriksaan secara obyektif dan sistemik terhadap berbagai macam bukti untuk dapat melakukan penilaian secara independen atas kinerja entitas/program kegiatan yang diperiksa.
3) Pemeriksaan dengan tujuan tertentu
Adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan khusus di luar pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja.
g. Proses Pemeriksaan Keuangan Negara
Tahap yang dilalui BPK dalam melaksanakan pemeriksaan yaitu :
1) Perencanaan pemeriksaan
2) Penyelenggaraan pemeriksaan
3) Pelaksanaan
4) Pelaporan hasil pemeriksaan
5) Penyampaian laporan hasil pemeriksaan
4. Pengawasan Keuangan Negara
Pengawasan pada dasarnya adalah untuk mengamati apa yang sungguh-sungguh terjadi serta membandingkannya dengan apa yang seharusnya terjadi. Tujuan pengawasan keuangan negara pada dasarnya adalah :
a. untuk menjaga agar anggaran yang disusun benar-benar dapat dijalankan,
b. menjaga agar kegiatan pengumpulan penerimaan dan pembelanjaan pengeluaran negara sesuai dengan anggaran yang telah digariskan,
c. untuk menjaga agar pelaksanaan APBN benar-benar dapat dipertanggungjawabkan.
Lembaga pengawas keuangan negara antara lain :
a. Inspectorat Jenderal
b. Satuan Pemeriksa Internal (SPI) pada BUMN
c. Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
d. Badan Pengawas Daerah (BAWASDA)
e. Badan Pengawas Keuangan (BPK)
Pengawasan terhadap keuangan negara diklasifikasikan menjadi :
a. Pengawasan Internal
Pengawasan internal adalah pengawasan yang dilakukan oleh lembaga yang berada dalam struktur pemerintah/eksekutif. Pengawasan internal terdiri dari
1) Pengawasan atasan langsung atau pengawasan melekat, yaitu kegiatan atau usaha untuk mengawasi dan mengendalikan anak buah secara langsung, dan harus dilakukan sendirioleh pimpinan organasasi
2) Pengawasan Fungsional, merupakan pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawasan secara fungsional baik intern pemerintan maupun ekstern perintah. Yang dilaksanakan terhadap pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan agar sesuai dengan rencana dan peratuan perundang-undangan yang berlaku.
b. Pengawasan Eksternal
Pengawasan eksternal adalah suatu bentuk pengawasan yang berasal dari luar lingkungan pemerintah sehingga antara pengawas dan pihak yang diawasi tidak ada hubungan kedinasan, lembaga yang melakukan pengawasan antara lain : DPR/DPRD dan BPK.

5. BPK sebagai Auditor Eksternal
The founding fathers membentuk Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) sebagai lembaga pengawas eksternal dari pemerintah, untuk mendukung fungsi pengawasan lembaga perwakilan terhadap pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
Sebagai bentuk nyata peran BPK sebagai auditor eksternal adalah dalam lima tahun terakhir, upaya untuk meningkatkan transparansi merupakan salah satu hal yang menonjol, dimana bos-bos bank umum dan bank sentral bisa dibui. Berbagai kasus korupsi kelas kakap juga terungkap bahkan BPK telah mengungkap banyak kasus yang menunjukkan buruknya pengelolaan keuangan negara seperti kasus YPPI dan BI serta tersebarnya rekening liar bernilai puluhan triliun rupiah.
Kasus lain hasil temuan BPK antara lain selama deposito pejabat negara dari berbagai bank yang menyimpan uang negara Rp 8,54 miliar. Sedangkan pada tahun 2005 BPK menyelamatkan uagn negara setidaknya Rp 3 triliun atas 957 rekening perorangan pejabat negara yang emnyimpan uang negara pada berbagai bank dengan total Rp 20,44 triliun.
Sempat terjadi perseteruan antara BPK dangan Mahkamah Agung (MA) yang disebabkan oleh MA enggan biaya perkata diaudit oleh BPK, dalam perkara ini sikap publik mendukung BPK mengaudit biaya perkara MA dan publik justru mencaci sikap ketua MA Bagir Manan tersebut. Ketua BPK Anwar Nasution telah mengambil keputusan yang tepat perihal kasus tersebut, yakni meminta semua lembaga negara dan lembaga publik bersedia diaudit aspek keuangannya oleh BPK.
Menurut BPK biaya perkara yang dipungut MA tergolong sebagai penerimaan negara bukan pajak, yang harus disetorkan ke kas negara sehingga pengelolaannya harus diawasi ketat oleh BPK sebab sebelumnya MA juga menolak mekanisme pengawasan yang hendak dilakukan Komisi Yudisial.
Hasil pemeriksaan eksternal akan menjadi bahan bagi lembaga perwakilan untuk melakukan pengawasan terhadap cara pemerintah mempergunakan anggaran pertimbangan dalam penyusunan anggaran (budgeting) tahun berikutnya. Perubahan ketiga UUD 1945 pasal 23E ayat (1) menegaskan posisi BPK sebagai satu-satunya Auditor eksternal.
Bertolak dari kenyataan tersebut sangat masuk akal bila ketua BPK melaporkan MA ke Mahkamah Konstitusi. Hal itu harus dimerngerti mengingat MA menyandang status sebagai benteng penegakan hukum terakhir. Sebaliknya kite tak habis mengerti dengan sikap MA yang justru bertolak belakang dangan upaya penegakan aturan dalam pengelolaan pengaturan keuangan negara. Dalam penghitungan ICW terhadap laporan tahunan MA antara tahun 2005-2007 ditemukan sejumlah uang Rp 31,1 Milyar yang sepatutnya ada pertanggungjawaban secara jelas. Sementara pihak panitera MA menyebutnya hanya mendapatkan Rp 1,5 Milyar per tahun.
6. Kedudukan BPK dalam pemeriksaan Keuangan Negara
BPK berkedudukan sebagai lembaga tinggi negara yang dalam pelaksanaan tugasnya terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah akan tetapi tidak berdiri di atas pemerintah, maka keberadaan BPK bersifat independen.kedudukan konstitusional BPK semakin diperkuat dengan perubahan ketiga UUD1945 Pasal 23E,23F dan 23G perubahan UUD 1945 tersebut khususnya tentang BPK membawa beberapa perubahan dalam pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuaangan negara, yang sebelumnya hanya memeriksa tanggung jawab keuangan negaran saja dengan perubahan di atas BPK tidak hanya menguji laporan pertanggungjawaban keuangan negara oleh pemerintah secara formil dan dari jauh. Namun juga memeriksa pengelolaan keuangan negara secara materiil dan dari dekat di tempat terjadinya pelaksanaan kegiatan. Mitra kerja BPK juga diperluas tidak hanya DPR namun juga DPD dan DPRD baik provinsi maupun kabupaten/kota.

PENUTUP
Kesimpulan
Ada 4 peranan BPK yang menonjol akhir-akhir ini :
1. Meningkatkan kegiatan dalam pemberantasan KKN.
2. Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas keuangan negara, dalam hal ini BPK meningkatkan kualitas pemeriksaannya dan makin memperluas obyek pemeriksaan yang tadinya terhenti selama Orde Baru.
3. BPK membantu pemerintah mengimplementasikan paket tiga UU tentang keuangan Negara tahun 2003-2004.
4. BPK membantu pemerintah mereformasi institusional, termasuk restrukturisasi BUMN dan badan pelayanan umum.
Perkembangan BPK dewasa ini menunjukan perubahan kearah yang lebih baik, dalam praktek pemeriksaan yang dilaksanakan oleh BPK. Dari sejumlah aspek yang harus memenuhi aspek akuntabilitas, salah satu yang paling krusial adalah dalam hal keuangan negara. Untuk itu disusunlah mekanisme dan lembaga yang secara independen bisa menjamin terlaksananya fungsi-fungsi yang berkaitan dengan keuangan negara secara transparan dan bertanggung jawab. Lembaga yang diberi mandat untuk menjaga akuntabilitas keuangan negara ialah Badan Pemeriksa Keuangan Negara (BPK).

DAFTAR PUSTAKA
Fahrojin, Ikhwan. Dan Najih, Mokh.2008.Menggugat Peran DPR dan BPK dalam Reformasi Keuangan Negara.Malang: IB-TRANS Publishing.
Surat Kabar online
INILAH.COM,Jakarta dalam Ada yang Istimewa dalam Lima Tahun Peringatan BPK.
Tempo, 5 Maret 2009 dalam Transparansi dan Akuntabikitas Tanggungjawab Bersama.
BANDAR LAMPUNG (Lampost), November 2006 dalam BPK Laporkan 1.303 Rekening Bermasalah.
I Gusti Rai 2, Agung.dalam Artikelnya yang berjudul Peran Badan Pemeriksaan Keuangan Dalam Perbaikan Pengelolaan Keuangan Negara 1.