HUKUM

Manullang

WELCOME TO MANULLANG BLOG ADVOKAT & LEGAL CONSULTANT

Kamis, 25 Oktober 2012

KEPUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG UU ADVOKAT



KEPUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG UU ADVOKAT

Majelis Mahkamah Konstitusi (MK) membacakan putusan perkara pengujian UU Advokat yang diajukan tiga kelompok pemohon. Inti putusan MK menyatakan permohonan pengujian aturan pembentukan wadah tunggal organisasi advokat nebis in idem alias perkara pengujian undang-undang ini pernah diputus Mahkamah sebelumnya.

“Permohonan pemohon nebis in idem dan sebagian ditolak,” kata Ketua Majelis MK Moh Mahfud MD saat membacakan putusan pengujian Pasal 28 ayat (1), Pasal 30 ayat (2), Pasal 32 ayat (4) UU Advokat yang dimohonkan Frans Hendra Winarta dkk di Gedung MK Jakarta, Senin (27/6).

Pernyataan nebis in idem ini juga termuat dalam diktum putusan No 71/PUU-VIII/2010 yang dimohonkan Abraham Amos dkk (advokat KAI) dan putusan No 79/PUU-VIII/2010 dimohonkan Husen Pelu dkk (calon advokat KAI). Sama halnya dengan Frans, Abraham dkk juga menguji Pasal 28 ayat (1), Pasal 30 ayat (2), Pasal 32 ayat (4). Sementara Husen Pelu hanya menguji Pasal 28 ayat (1) UU Advokat, khususnya terhadap frasa “satu-satunya”.

Dalam pertimbangannya, Mahkamah menegaskan Pasal 28 ayat (1) dan Pasal 34 ayat (4) UU Advokat telah diputus lewat putusan No 014/PUU-IV/2006 tertanggal 30 November 2006 yang putusannya menyatakan ditolak seluruhnya. Pada hakikatnya alasan para pemohon dalam perkara No 014/PUU-IV/2006 adalah sama dengan alasan dalam pengujian kali ini.

Mahkamah mengutip pertimbangan putusan No. 014 yang menyatakan bahwa wadah tunggal tidak menutup wadah profesi advokat lain. “Faktanya, saat pembentukan Peradi, delapan organisasi advokat yang ada tidak membubarkan diri dan tidak melebur diri pada Peradi,” kata Hakim Konstitusi Achmad Sodiki.

Mahkamah menilai organisasi advokat tunggal tidak menghalangi seseorang untuk melakukan pekerjaan dan penghidupan yang layak sesuai Pasal 27 ayat (2) UUD 1945. Selain itu, wadah tunggal advokat sama sekali tidak menghalangi setiap orang untuk mengembangkan diri memenuhi kebutuhan dasarnya. Frasa “satu-satunya” juga tidak menyebabkan perlakuan yang diskriminatif.

Sementara, kewajiban menjadi anggota organisasi advokat sesuai amanat Pasal 30 ayat (2) UU Advokat merupakan konsekuensi logis dari Pasal 28 ayat (1). “Pengujian Pasal 32 ayat (4) juga merupakan pasal yang sudah selesai dilaksanakan dengan telah berlalunya tenggat waktu dua tahun dan dengan terbentuknya Peradi sebagai satu-satunya wadah profesi advokat, sehingga tidak relevan dipersoalkan konstitusionalitasnya,” kata Sodiki.

Adanya fakta tentang belum disumpahnya calon advokat KAI atau penolakan beracara di pengadilan, menurut Mahkamah, tidak terkait dengan konstitusionalitas norma yang dimohonkan pengujian, tetapi masalah penerapan atau implementasi oleh pengadilan.

Soal sumpah calon advokat sesuai Pasal 4 ayat (1) UU Advokat juga telah diputus lewat putusan No 101/PUU-VII/2009 tertanggal 30 Desember 2009. Putusan itu menyatakan pengambilan sumpah advokat adalah sebuah kewajiban undang-undang bagi pengadilan tinggi tanpa melihat dari organisasi mana calon advokat itu berasal.

Tak berikan solusi
Usai persidangan, Frans Hendra Winarta mengaku bisa menghormati putusan MK ini. Namun, ia mengatakan faktanya saat ini ada organisasi advokat lain selain PERADI yang mengklaim dirinya wadah tunggal, yakni KAI dan Peradin. “Saya selalu menentang konsepsi wadah tunggal karena secara faktual tidak ada, belum lagi organisasi advokat sekarang ada sekitar 15,” kata Frans. “Bagaimana yang lain bisa bersaing kalau penyelenggaraan ujiannya dilakukan oleh satu organisasi?”

Selain itu, Frans juga mempersoalkan proses pembentukan PERADI yang dilakukan oleh pengurus delapan organisasi advokat bukan oleh para anggotanya. Hal ini dinilai melanggar konsepsi demokrasi dan konvensi internasional yang menyatakan para pengurus organisasi advokat harus dipilih oleh para anggotanya. “Saya sebenarnya tidak setuju dengan putusan MK ini dengan alasan nebis in idem,” katanya.

Ia mengklaim alasan konstitusional pengujian undang-undang ini berbeda dengan kondisi pengujian undang-undang ini sebelumnya. “Sekarang faktanya ada calon advokat yang tidak bisa disumpah dan beracara di pengadilan dan sering ricuh, yang berbeda dengan perkara pengujian undang-undang tahun 2006,” tegasnya.

Pemohon lainnya, Firman Wijaya menilai putusan ini tidak memberikan solusi yang definitif untuk menyelesaikan masalah. Belum lagi persoalan sertifikasi dan dewan etik bersama. “Soal ini menjadi kebutuhan advokat ke depan, tetapi ternyata tidak dipertimbangkan dalam putusan MK ini. Jadi putusan ini terlalu minim untuk sebuah problem besar, tidak seperti yang kita bayangkan,” kata Firman.

Sementara Ketua Umum PERADI Otto Hasibuan mengatakan pada hakikatnya putusan ini merupakan kemenangan bagi seluruh advokat Indonesia. “Tidak ada yang menang atau kalah di sini, mudah-mudahan dengan putusan ini, menjadikan tonggak advokat Indonesia semakin kuat untuk bersatu dan menata kembali advokat di masa depan,” kata Otto.

Ia sangat berharap putusan ini dapat membuat advokat Indonesia lebih bersatu lagi. “Kita juga sudah menampung dan mengakomodir advokat di luar Peradi, kita lupakan perbedaan yang selama ini terjadi dan mari kita bersama membangun advokat Indonesia,” imbaunya.

PERKARA GUGATAN



PERKARA GUGATAN
 
Gugatan harus diajukan dengan surat gugat yang ditandatangani oleh penggugat atau kuasanya yang sah dan ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri.
Gugatan disampaikan kepada Pengadilan Negeri, kemudian akan diberi nomor dan didaftarkan dalam buku Register setelah penggugat membayar panjar biaya perkara, yang besarnya ditentukan oleh Pengadilan Negeri (pasal 133 HIR).
Bagi Penggugat yang benar-benar tidak mampu membayar biaya perkara, hal mana harus dibuktikan dengan surat keterangan dari Kepala Desa yang bersangkutan, dapat mengajukan gugatannya secara prodeo.
Penggugat yang tidak bisa menulis dapat mengajukan gugatannya secara lisan dihadapan Ketua Pengadilan Negeri, yang akan menyuruh mencatat gugatan tersebut (pasal 120 HIR).

KOMPETENSI RELATIF (pasal 118 (1) HIR)
Pengadilan Negeri berwenang memeriksa gugatan yang daerah hukumnya, meliputi:
  • Dimana tergugat bertempat tinggal.
  • Dimana tergugat sebenarnya berdiam (jikalau tergugat tidak diketahui tempat tinggalnya).
  • Salah satu tergugat bertempat tinggal, jika ada banyak tergugat yang tempat tinggalnya tidak dalam satu daerah hukum Pengadilan Negeri.
  • Tergugat utama bertempat tinggal, jika hubungan antara tergugat-tergugat adalah sebagai yang berhutang dan penjaminnya.
Penggugat atau salah satu dari penggugat bertempat tinggal dalam hal:
  • Tergugat tidak mempunyai tempat tinggal dan tidak diketahui dimana ia berada.
  • Tergugat tidak dikenal.
  • Dalam hal tersebut diatas dan yang menjadi objek gugatan adalah benda tidak bergerak (tanah), maka ditempat benda yang tidak bergerak terletak.
  • (Ketentuan HIR dalam hat ini berbeda dengan Rbg. Menurut pasal 142 RBg, apabila objek gugatan adalah tanah, maka gugatan selalu dapat diajukan kepada Pengadilan Negeri dimana tanah itu terletak).
Dalam hal ada pilihan domisili secara teI1!llis dalam akta, jika penggugat menghendaki, ditempat domisili yang dipilih itu. Apabila tergugat pada hari sidang pertama tidak mengajukan tangkisan (eksepsi) tentang wewenang mengadili secara relatif ini, Pengadilan Negeri tidak boleh menyatakan dirinya tidak berwenang. (Hal ini adalah sesuai dengan ketentuan Pasal 133 HIR, yang menyatakan, bahwa eksepsi mengenai kewenangan relatip harus diajukan pada permulaan sidang, apabila diajukan terlambat, Hakim dilarang untuk memperhatikan eksepsi tersebut).

KUASA/WAKIL
Untuk bertindak sebagai Kuasa/Wakil dari penggugat/tergugat ataupun pemohon, seseorang harus memenuhi syarat-syarat :
  • Mempunyai surat kuasa khusus yang harus diserahkan dipersidangan. atau pemberian kuasa disebutkan dalam surat gugatan/permohonan, atau kuasa/wakil ditunjuk oleh pihak yang berperkara/pemohon didalam persidangan secara lisan.
  • Memenuhi syarat yang ditentukan dalam peraturan Menkeh No. 1/1985 jo Keputusan Menkeh tanggal 7 Oktober 1965 No. J.P.14-2-11.
  • Telah terdaftar sebagai Advokat/Pengacara praktek di kantor Pengadilan Tinggi/Pengadilan Negeri setempat atau secara khusus telah diizinkan untuk bersidang mewakili penggugat/ tergugat dalam perkara tertentu.
  • Permohonan banding atau kasasi yang diajukan oleh Kuasa/Wakil dari pihak yang bersangkutan barus dilampiri dengan surat kuasa khusus untuk mengajukan permohonan tersebut atau surat kuasa yang dipergunakan di Pengadilan Negeri telah menyebutkan pemberian kuasa pula untuk mengajukan permohonan banding atau kasasi.
  • Untuk menjadi kuasa dari pihak tergugat juga berlaku hal-hal tersebut diatas.
  • Kuasa/Wakil Negara/Pemerintah dalam suatu perkara perdata berdasarkan Stbl. 1922 No. 522 dan pasal 123 ayat 2 HIR, adalah:
    • Pengacara Negara yang diangkat oleh Pemerintah.
    • Jaksa.
    • Orang tertentu atau Pejabat-pejabat yang diangkat/ditunjuk oleh Instansi-instansi yang bersangkutan.
Jaksa tidak perlu menyerahkan Surat Kuasa khusus. Pejabat atau orang yang diangkat/ditunjuk oleh instansi yang bersangkutan, cukup hanya menyerahkan Salinan Surat pengangkatan/penunjukan, yang tidak bermaterai.

PERKARA GUGUR
Apabila pada hari sidang pertama penggugat atau semua penggugat tidak datang, meskipun telah dipanggil dengan patut dan juga tidak mengirim kuasanya yang sah, sedangkan tergugat atau kuasanya yang sah datang, maka gugatan digugurkan dan penggugat dihukum untuk membayar biaya perkara. Penggugat dapat mengajukan gugatan tersebut sekali lagi dengan membayar panjar biaya perkara lagi. Apabila telab dilakukan sita jaminan, sita tersebut ikut gugur.
Dalam hal-hal yang tertentu, misalnya apabila penggugat tempat tinggalnya jauh atau ia benar mengirim kuasanya, namun surat kuasanya tidak memenuhi syarat, Hakim boleh mengundurkan dan menyuruh memanggil penggugat sekali lagi. Kepada pihak yang datang diberitahukan agar ia menghadap lagi tanpa panggilan.
Jika penggugat pada hari sidang pertama tidak datang, meskipun ia telah dipanggil dengan patut, tetapi pada hari kedua ia datang dan pada hari ketiga penggugat tidak hadir lagi, perkaranya tidak bisa digugurkan (pasal 124 HIR).

PUTUSAN VERSTEK
Apabila pada hari sidang pertama dan pada hari sidang kedua tergugat atau semua tergugat tidak datang padahal telah dipanggil dengan patut dan juga tidak mengirim kuasanya yang sah, sedangkan penggugat/para penggugat selalu datang, maka perkara akan diputus verstek.
Meskipun tergugat tidak hadir pada hari sidang pertama atau tidak mengirim kuasanya yang sah, tetapi'jlka ia mengajukan jawaban tertulis berupa tangkisan tentang tidak berwenang mengadili, maka perkara tidak diputus dengan verstek.

TANGKISAN/EKSEPSI
Tangkisan atau eksepsi yang diajukan oleh tergugat, diperiksa dan diputus bersama-sama dengan pokok perkaranya, kecuali jika eksepsi itu mengenai tidak berwenangnya Pengadilan Negeri untuk memeriksa perkara tersebut.
Apabila diputuskan bersama-sama dengan pokok perkara, dalam pertimbangan hukum dan dalam diktum putusan, tetap disebutkan:
  • Dalam eksepsi:.............. (pertimbangan lengkap).
  • Dalam pokok perkara..... (pertimbangan lengkap).
PENCABUTAN SURAT GUGATAN
Gugatan dapat dicabut secara sepihak jika perkara belum diperiksa. Tetapi jika perkara sudah diperiksa dan tergugat telah memberi jawabannya, maka pencabutan perkara harus mendapat persetujuan dari tergugat (pasal 271, 272 RV).

PERUBAHAN/PENAMBAHAN GUGATAN
Pembahan dan/atau penambahan gugatan diperkenankan, asal diajukan pada hari sidang pertama dimana para pihak hadir, tetapi hat tersebut harus ditanyakan pada pihak lawannya guna pembelaan kepentingannya. Penambahan dan/atau penambahan gugatan tidak boleh sedemikian rupa, sehingga dasar pokok gugatan menjadi lain dari materi yang menjadi sebab perkara antara kedua belah pihak tersebut. Dalam hal demikian, maka surat gugat harus dicabut.

PERDAMAIAN
Jika kedua beIah pihak hadir dipersidangan, Hakim harus berusaha mendamaikan mereka. Usaha tersebut tidak terbatas pada hari sidang pertama saja, melainkan dapat dilakukan meskipun taraf pemeriksaan telah lanjut (pasal 130 HIR).
Jika usaha perdamaian berhasil, maka dibuatlah akta perdamaian, yang harus dibacakan terlebih dahulu oleh Hakim dihadapan para pihak, sebelum Hakim menjatuhkan putusan yang menghukum kedua belah pihak untuk mentaati isi perdamaian tersebut. Akta perdamaian mempunyai kekuatan yang sama dengan putusan Hakim yang berkuatan hukum tetap dan apabila tidak dilaksanakan, eksekusi dapat dimintakan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan. Terhadap putusan perdamaian tidak dapat diajukan upaya hukum banding.
Jika usaha perdamaian tidak berhasil, hal mana harus dicatat dalam berita acara persidangan, maka pemeriksaan perkara dilanjutkan dengan membacakan surat gugatan dalam bahasa yang dimengerti oleh para pihak, jika perlu dengan menggunakan penerjemah (pasal 131 HIR).
Khusus untuk gugat cerai:
  • Apabila dalam perkawinan tersebut ada anak, agar berusaha untuk mendamaikan kedua belah pihak dan sedapat mungkin suami-isteri harus datang sendiri.
  • Apabila usaha perdamaian berhasil, gugatan harus dicabut. Sehubungan dengan perdamaian ini tidak bisa dibuat akta perdamaian.
  • Apabila usaha perdamaian gagal, gugat cerai diperiksa dengan sidang tertutup. 
PENGGUGAT/TERGUGAT MENINGGAL DUNIA
Jika Penggugat atau tergugat setelah mengajukan gugatan meninggal dunia, maka ahliwarisnya dapat melanjutkan perkara.

BIAYA YANG DAPAT TIMBUL DALAM PERSIDANGAN
Jika selama pemeriksaan perkara atas permohonan salah satu pihak ada hal-hal/perbuatan yang barus dilakukan, maka biaya dibebankan kepada pemohon dan dianggap sebagai per­sekot biaya perkara, yang dikemudian hari akan diperhitungkan dengan biaya perkara yang harus dibayar oleh pihak yang dengan putusan Hakim dihukum untuk membayar biaya perkara, biasanya pihak yang dikalahkan.
Pihak lawan, apabila ia mau, dapat membayarnya Jika kedua belah pihak tidak mau membayar biaya tersebut, maka hal/perbuatan yang barus dilakukan itu tidak jadi dilakukan, ke­cuali jika hal/perbuatan itu menurut Hakim memang sangat diperlukan. Dalam hal itu, biaya tersebut sementara akan diambil dari uang panjar biaya perkara yang telah dibayar oleh Penggugat (pasal 160 HIR).

PENGGABUNGAN PERKARA
Beberapa gugatan dapat digabungkan menjadi satu, apabila antara gugatan-gugatan yang digabungkan itu, terdapat hubungan erat atau ada koneksitas. Hubungan erat ini harus dibuktikan berdasarkan faktanya. Penggabungan gugatan diperkenankan apabila menguntungkan proses, yaitu apabila antara gugatan yang gabungkan itu ada koneksitas dan penggabungan akan memudahkan pemeriksaan, serta akan dapat mencegah kemungkinan adanya putusan-putusan yang saling bertentangan.

VOEGING, INTERVENSI DAN VRIJWARING
HIR/RBg tidak mengenal voeging, interventie, dan vrijwaring, tetapi apabila benar-benar dibutuhkan dalam praktek sedangkan belum terdapat kaidah hukum yang mengaturnya, ketiga lembaga hukum ini dapat dipergunakan dengan berpe­doman pada Rv. (pasal 279 Rv dan seterusnya, dan pasal 70 Rv dan seterusnya), karena pada dasarnya Hakim wajib mengisi kekosongan, baik dalam hukum materiil maupun hukum formil.
Putusan Hakim bertujuan untuk memberi penyelesaian terhadap perkara yang sedang diadilinya sedemikian rupa, sehingga apabila perkara tersebut menyangkut pihak yang lain daripada penggugat dan tergugat, maka Hakim atas permintaan, dapat mengabulkan permintaan pihak ketiga untuk ikut serta dalam' proses, sehingga Hakim dapat memberi putusan bagi semua orang yang berkepentingan. Voeging terjadi, apabila dalam sidang datang pihak ketiga yang mengajukan permohonan untuk bergabung pada penggugat atau tergugat. Voeging dikabulkan atau ditolak dengan putusan sela.
Interventie (tussenkomst) terjadi:
  • Apabila pihak ketiga merasa mempunyai kepentingan yang akan terganggu, jika ia tidak ikut dalam proses perkara itu.
  • Misalnya dalam interventie barang milik intervenient, yang diperebutkan oleh penggugat dan tergugat. Untuk mendapatkan barang itu dan agar barang itu dinyatakan sebagai miliknya, maka interventie diajukan. Interventie dikabulkan atau ditolak dengan putusan sela.
  • Sebenamya apabila pihak yang berkepentingan itu tidak mencampuri proses yang bersangkutan, ia dapat mempertahankan haknya dalam suatu proses tersendiri, akan tetapi perlindungan haknya itu akan lebih mudah ditempuh dengan cara interventie, yang hal dapat pula mencegah putusanputusan yang saling bertentangan.
Vrijwaring adalah penarikan pihak ketiga untuk bertanggung jawab. Vrijwaring diajukan dengan sesuatu permohonan dalam proses pe­meriksaan perkara oleh tergugat secara lisan atau tertulis. Misalnya: Tergugat digugat oleh penggugat, karena barang yang dibeli oleh Penggugat mengandung cacat tersembunyi. Pada hal tergugat yang membeli barang itu dari pihak ketiga. Maka tergugat menarik pihak ketiga ini, agar bertanggung jawab atas cacat itu. Permohonan vrijwaring ditolak atau dikabulkan dengan putusan sela.

GUGATAN DALAM REKONPENSI (Gugat Balik Atau Gugat Balasan)
Gugatan rekonpensi harus diajukan bersama-sama dengan jawaban selambat-lambatnya sebelum pemeriksaan mengenai pembuktian, baik jawaban secara tertulis maupun lisan (pasal 132 b HIR/pasal 158 Rbg).
Jika dalam pemeriksaan tingkat pertama tidak diajukan gugatan dalam rekonpensi, maka dalam pemeriksaan tingkat banding tidak diizinkan lagi untuk mengajukan gugatan balik. Kedua gugatan (dalam konpensi dan dalam rekonpensi diperiksa bersama-sama dan diputus dalam satu putusan.
Akan tetapi Hakim dapat memeriksa gugatan yang satu terlebih dahulu, yaitu jika gugatan yang satu ini dapat diselesaikan terlebih dahulu dari yang lain, yang mungkin masih menunggu saksi yang ada diluar negeri atau saksi yang sakit, kedua perkara itu tetap diadili oleh majelis Hakim yang sama.
Antara gugatan dalam konpensi dan gugatan dalam rekonpensi tidak diharuskan ada hubungan. Gugatan dalam rekonpensi dapat berdiri sendiri dan oleh tergugat sebenarnya dapat diajukan tersendiri, menurut acara biasa kapan saja. Apabila gugatan konpensi dicabut, maka gugatan rekonpensi tidak bisa dilanjutkan
Sumber: Mahkamah Agung, Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan (Buku II), Cet. II, 1997.

EKSEPSI



EKSEPSI


(Lanjutan : PEMBUATAN BERITA ACARA SIDANG PENGADILAN AGAMA)

Jawaban tergugat bias terdiri dari dua macam, yakni pertama jawaban yang tidak langsung mengenai pokok perkara yang disebut dengan eksepsi. Kedua, jawaban tergygat mengenai pokok perkara (verweer ten principle)
Arti harfiah eksepsi adalah tangkisan, sedangkan pengertiannya adalah suatusanggahan atau tangkisan yang dilakukan tergugat terhadap gugatan penggugat dimuka sidang Pengadilan Agama dan sanggahan tersebut tidak mengenai pokok perkara. Istilah lain bagi tergugat yang mengajukan sanggahan (eksepsi) adalah disebut “excipient”, maksud pengajuan eksepsi adalah agar hakim menetapkan gugatan tidak diterima atau ditolak. 229
Untuk memudahkan pemahaman kita dalam memaknai eksepsi, maka eksepsi dibedakan menjadi dua macam, yakni:
1. Eksepsi Formil (“Prosessual eksepsi”)
Eksepsi formil adalah eksepsi yang berdasar pada hukum formal (Hukum acara) yang berlaku.
Hukum formil meliputibeberapa bentuk, yaitu :
1.a. Eksepsi mengenai kewenangan absolut.
Kewenangan absolut ini diatur dalam Pasal: 125 ayat (2), 134 dqn Pasal 136 HIR, / Pasal : 149 ayat (2) dan Pasal. 162 RBG. Istilah lain eksepsi absolut adalah attributief exceptie. Sedang yang dimaksud dengan eksepsi absolut ialah pernyataan ketidakwenangan suatu pengadilan untuk menerima, memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang sebenarnya menjadi kewenangan pengadilain lain dalam lingkungan peradilan yang berbeda.
Eksepsi absolut dapat diajukan di setiap saat dan disetiap tahap pemeriksaan, walaupun tidak diminta oleh pihak tergugat (Exepient), namun hakim secara ex ofisio harus menyatakan dirinya tidak berwenang memeriksa perkara tersebut. Apabila eksepsi tehadap kompetensi absolut disetujui, maka putusan dinyatakan secara negatif bahwa pengadilan tidak berwenang , bila eksepsi terhadap kompetensi absolut tidak disetujui maka hakim melalui putusan sela menyatakan eksepsi ditolak atau diputus bersamaan dengan pokok perkara pada putusan ahir.
Apabila eksepsi terhadap kewenangan absolut diterima, maka hakim akan menjatuhkan putusan (bukan bentuk penetapan) sebagai berikut :
- Mengabulkan eksepsi tergugat.
- Menyatakan bahwa eksepsi tergugat adalah tepat dan beralasan.
- Menyatakan pula bahwa pengadilan Agama tertentu tidak berwenang mengadili perkara tersebut.
- Menghukum penggugat untuk membayar biaya dalam perkara ini yang hingga saat ini diperhitungkan sebanyak sekian.
Putusan tersebut adalah merupakan putusan akhir (eind vonnis) dan dapat dimintakan banding atau kasasi. Karena berbentuk putusan akhir maka penggugat dapat melakukan upaya banding terhadap putusan yang telah mengabulkan eksepsi tersebut.
Apabila eksepsi tersebut tidak diterima, maka hakim akan menjatuhkan putusan sela sebagai berikut :
- Sebelum memutus pokok perkara.
- Menolak eksepsi tergugat tersebut.
- Menyatakan bahwa Pengadilan Agama tertentu berwenang mengadili perkara tersebut.
- Memerintahkan kepada kedua belah pihak untuk melanjtkan perkaranya.
- Menangguhkan putusan tentang biaya perkara hingga putusan akhir.

1.b. Eksepsi mengenai kompetensi relatif.
Kewenangan relatif ini diatur dalam Pasal 118 dan 133 HIR / pasal 142 dan 159 RBG, istilah lain eksepsi relatif adalah distributief exeptie. Sedang yang dimaksud dengan eksepsi relatif adalah ketidak wewenangannya suatu pengadilan untuk menerima, memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang sebenarnya menjadi kewenangan pengadilan lain dalam lingkungan peradilan yang sama.
Berbeda dengan eksepsi absolute, bahwa eksepsi relatif harus diajukan pada sidang pertama, atau pada kesempatan pertama dan eksepsi dimuat bersama-sama dengan jawaban, bila eksepsi kompetensi relatif disetujui, maka pengajuan gugatan dinyatakan tidak dapat diterima.
Manakala eksepsi terhadap kompetensi relatif tidak disetujui, maka hakim memutus hal tersebut bersamaan dengan pokok perkara, dan tidak tertutup kemungkinan exipient untuk banding yang diajukan berasama dengan putusan pokok perkara.234
Dalam perkara perceraian, jika perkara perceraian diajukan ke Pengadilan Agama yang tidak berwenang maka hakim secara ex officio harus menyatakan diri tidak berwenang , hal ini dimaksudkan untuk melindungi hak istri.235
Apabila eksepsi ini tidak disetujui maka perkara diperiksa dan diputus dengan “putusan sela“. Upaya hukum terhadap putusan eksepsi ini dapat dilakukan hanya bersama-sama putusan pokok perkara, Tetapi jika eksepsi ini disetujui, maka gugatan penggugat dinyatakan tidak diterima dan pemeriksaan terhadap pokok perkara dihentikan.
Bagi pihak yangtidak puas dengan putusan eksepsi relatif, dapat mengajukan banding.236.
Eksepsi relatif terdiri dari beberapa macam, namun tidak disebutkan dalam HIR. Walaupun demikian dalam praktek dipergunakan juga dalam beracara di Pengadilan Agama, beberapa macam eksepsi relatif tersebut antara lain adalah :

1.c. Eksepsi Nebis in idem (eksepsi van gewijsde zaak).
Suatu perkara tidak dapat diputus dua kali, sehingga suatu perkara yang sama antara pihak-pihak yang sama di pengadilan yang sama pula, tidak dapat diputus lagi. Apabila hal itu diajukan lagi oleh salah satu pihak maka pihak lain dapat menangkisnya dengan alasan “Nebis in idem”.

1.d Eksepsi Diskualifikator.
Yaitu eksepsi yang menyatakan bahwa penggugat tidak mempunyai hak untuk mengajukan gugatan atau permohonan, atau kemungkinan salah penggugat menentukan tergugat baik mengenai orangnya dan/identitasnya.

1.e. Eksepsi Obbscurlible.
Eksepsi dilakukan karena adanya suatu kekaburan surat gugatan yang diajukan penggugat, kekaburan bias jadi karena tidak dapat dipahami mengenai susunan kalimatnya, formatnya, atau hubungan satu dengan lainnya tidak saling mendukung bahkan bertentangan.

2. Materiil Exceptie.
Yaitu eksepsi yang diajukan oleh pihak tergugat atau termohon betrdasarkan hukum materiil atau eksepsi yang langsung mengenai materi perkara atau bantahan terhadap pokok perkara (verweer ten principale). Eksepsi materiil ini dibedakan menjadi :


2.a. Prematoir Exeptie.
Yaitu eksepsi yang menyatakan bahwa tuntutan penggugat belum dapat dikabulkan karena belum memenuhi syarat menurut hukum. Misalnya alasan perkara gugatan belum memenuhi waktu yang ditetapkan oleh Undang-undang atau apa yang digugat masih bergantung pada syarat-syarat tertentu (aan banging geding subjudice).
Contoh perkara gugat cerai karena pelanggaran ta’liq talak yang diajukan istri, dengan tuduhan suami selama tiga bulan tidak memberikan nafkah baginya, padahal suami tidak memberikan nafkah kurang dari tiga bulan sebagaimana alasan yang dibuat istri sebagai penggugat.

2.b. Dilatoir Exceptie.
Adalah Eksepsi yang menghalangi dikabulkannya gugatan, misalnya oleh karena gugatan telah diajukan lampau waktu, seperti gugatan telah lampau waktu (verjaarch), nafkah istri yang terhutang telah terhapus dengan rujuknya suami, dan sebagainya.


PENGERTIAN EKSEPSI ABSOLUT

Kopetensi absolute dari pengadilan adalah menyangkut kewenangan dari jenis pengadilan apa untuk memeriksa perkara itu. Apakah wewenang pengadilan negeri, pengadilan militer, pengadilan agama, atau pengadilan tata usaha Negara.
Di dalam praktek sehari hari maslah kopetensi absolute ini juga harus di perhatikan mengenai kopetensi panitia penyelesaian perselisian perburuhan daerah panitia penyelesaian perselisihan perburuhan dan wewenang kantor usaha perumahan.koipetensi relative, adalah menyangkut pengadilan wewenang mana yang akan memeriksa perkara itu, misalnya apakah pengadilan negeri medan, pengadilan negeri binjai dan seterusnya.
Eksepsi mengenai kopetensi relative yang di ajukan sebagai keberatan harus di kemukakan kepada kesempatan pertama tergugat memberikan jawabanya.apabila tidak di ajukan dalam kesempatan pertama itu, maka tidak fdapat di ajukan lagi8. Eksepsi absolute yang menyatakan pengadilan tidak berwenang memeriksa perkara disebut juga eksepsi van onbevoegdheid.